Dengarkan Hening



Trip Baduy Indonesia

Ketika dunia yang kutinggali begitu gaduh akhir-akhir ini, aku memilih undur diri mendengarkan keheningan. Berjalan meretas batas peradaban modern dengan kehidupan bersama alam. Hujan, tanah berbatu, jalur berlumpur memeluk dengan mesra. Membawa kesejukan sekaligus kehangatan jiwa dan nurani yang sedikit berduka. Urang Kenekes (Suku Baduy) mengajarkan nilai dalam diam dan melalui laku keseharian mereka. Berhentilah dan dengarlah bagaimana alam bebicara tentang esensi hidup di setiap helaan nafas.


Sepuluh jam perjalanan pulang-pergi dalam kurun waktu 36 jam kunjungan membawa cerita yang tak semuanya bisa termuat dalam kata-kata dan gambar. Satu perjalanan ini kembali menajamkan kontemplasi dalam konstalasi peziarahan. Aku bukan juru warta yang cakap berbahasa melaporkan berita. Yang kutulis hanya intisari makna yang tercecap. Sajak dalam larik-lariknya tertoreh sebagai pengingat momentum itu.

Jembatan Akar Suku Baduy
Jembatan Akar Baduy Luar


Riak air memekik dalam hening
Gemericik mata air menari
Di antara bebatuan alam
Lumut-lumut tebal bagai permadani menyaringnya

Jiwa menyatu dalam raga alam
Bertumpu pada sebuah harmoni
Berdendang bersama burung liar
Mengalun untuk menyerukan makna peradaban

Tanah yang liat karena hujan semalam
Melekat manja pada kaki-kaki perkasa pengembara hutan
Tak banyak ucap pada setiap harinya
Bahasa sukma bebicara lebih banyak dari kata yang berlaksa-laksa

Kami titip alam yang ada padamu
Ijinkan setiap orang luar untuk juga menjagamu
Tenun dan surban putih yang kau kenakan
Jangan sampai lekang

Urang Kenekes hidup dalam keheningan alam
Mendengarkan kebijaksanaan lewatnya




Credit to Viktoria for the second pic.

Komentar

Postingan Populer